Ikhlaskan Yang Terlepas


Ikhlaskan yang terlepas, kalimat ini tampak seperti sesuatu yang sepele. Namun sangat berat untuk dikerjakan. Apapun bentuknya dan berapapun nilainya. Ingatkah kita, saat kita kehilangan uang yang nilainya mungkin tak seberapa, tapi kita sibuk memikirkan kemana perginya uang yang sudah hilang tersebut. Apakah hilang atau sudah kita belanjakan? Atau pernahkah kita mengalami saat-saat harus kehilangan sesuatu yang mungkin sangat kita cintai atau bahkan hanya satu-satunya milik kita? Sesuatu itu apapun bentuknya memang kadang harus terlepas dari kita, suka tidak suka atau mau tidak mau. Betapapun sulitnya dan bagaimanapun kita berusaha menahannya, ketika saatnya terlepas, maka tak ada pilihan lain kecuali melepaskannya. Namun dengan cara apa kita melepasnya, itulah yang kemudian menjadi pilihan kita, dengan ikhlas atau tidak.

Ada sebuah cerita, suatu saat di dalam sebuah bus elf.

Bagi yang terbiasa naik bus elf, pasti tau gimana kebiasaan dalam elf yang tanpa kenek, mengharuskan salah satu penumpang berinisiatif untuk mengkoordinir ongkos naik elf tersebut dari semua penumpang. Ada yang mau ada yang tidak, ada pula yang terpaksa karena pecahan uangnya terlalu besar sehingga membuatnya mengkoordinir pembayaran penumpang lainnya agar dapat kembalian, tentu saja buka dengan senang hati. Karena tidak menutup kemungkinan ada yang “nakal” tidak mau membayar dan tidak ketahuan karena rame-rame, kembali pada kesadaran masing-masing penumpang, sangat merugikan orang lain.

Cerita bermula, ketika saya naik elf, rutinitas kendaraan berangkat kerja dari  bekasi, tol timur menuju cikarang, kawasan ejip.  Seperti biasa ketika sudah keluar tol cikarang, semua penumpang mengumpulkan uang ongkos perjalanan, dan yang kebagian mengkoordinir adalah saya. Perlu diketahui, tarif sekali perjalanan sebesar 5.000 rupiah. Setelah dikumpulkan, saya ambil kembalian uang saya yang 45.000. Tapi ternyata saat akan dibayarkan, jumlah uang yang terkumpul dan jumlah penumpung ada selisih kekurangan 10.000 berarti kurang 2 orang yang tidak membayar. Salah seorang penumpang menyadari kebingungan saya, karena jumlah uang yang kurang. Kemudian membantu saya untuk menanyakan siapa yang belum membayar. Namun, setelah dikonfirmasi ke semua penumpang, mereka bilang sudah membayar semua. Akhirnya, saya berinisiatif menutupi kekurangan dengan uang saya.

Tiba di kawasan ejip, saat turun tiba-tiba ada seorang bapak paruh baya yang mendatangi saya dan memberi saya uang 10.000 sambil berkata, “Ini buat ganti kekurangan tadi”, rupanya bapak itu adalah bapak yang tadi membantu saya mengkonfirmasi ke penumpang lainnya. Saya menolaknya dengan halus, karena memang sudah saya ikhlaskan (tidak saya pikirkan), jadi saya menolaknya. Si bapak bersikeras meminta saya menerimanya, dan saya tetap menolaknya, sebenarnya malu, karena si bapak agak memaksa saya menerima uang pengganti darinya, tidak enak dilihat banyak orang. Pada akhirnya uang itu tetap saya terima karena bapaknya tiba-tiba menempatkan uang itu ke tangan saya dan bapaknya pamit pergi karena harus segera menuju tempat beliau bekerja. Begitupun saya yag harus bergegas naik koasi menuju tempat saya kerja. Saat menerima uang itu, saya langsung memisahkan uang itu dari uang pribadi saya, karena rencananya uang tersebut akan saya sedekahkan, jadi saya memasukkannya di dompet yang lain.

Singkat cerita, malam hari sepulang kerja, saya pulang seperti biasa, naik angkot lalu melanjutkan perjalanan dengan naik elf. Karena masih kosong, terpaksa saya menunggu penumpang lain datang dan saya memilih menunggunya di dalam elf. Saat masih menunggu penumpang naik, saya menyiapkan ongkos sebelum penuh orang, agar tidak repot mengambil uang di dalam saku/tas saat berdesak-desakan dengan banyak orang di dalam kendaraan. Saat mencari uang di dala tas, saya tidak menemukan dompet yang tadi sempat saya keluarkan dari dalam tas, dompet yang berisi uang sepuluh ribu rupiah saja, dompet yang berisi uang yang diberikan si bapak tadi pagi untuk mengganti ongkos penumpang yang tak membayar. Saya mencoba mengingat kejadian dimana kemungkinan saya menghilangkan dompet itu dengan merunut kegiatan saya dari saya memasukkan uang 10.000 itu ke dompet sampai saya di dalam elf dan mendapati dompet saya tak berada di dalam tas. Setelah mengingat-ingat semua kejadian sehari itu, saya menyimpulkan bahwa kemungkinan dompet saya tertinggal di toko tempat saya membeli permen dan air mineral. Rupanya sepulang kerja tadi, saya mampir ke toko untuk membeli minum dan permen untuk membuat saya tetap terjaga saat di dalam elf. Saya sempat akan mengambil uang dari dompet, namun saya batalkan saat ingat uang di dompet itu adalah uang tadi pagi, jadi saya letakkan lagi dompet itu dan mengambil uang dari saku baju untuk membayar barang yang sudah saya beli. Setelah itu saya melanjutkan perjalanan pulang. Bersyukur masih ada uang sisa membeli permen tadi, cukup untuk membayar ongkos elf. Alhamdulillah Alloh masih memberikan saya kemudahan.

Sedikit kaget, karena yang hilang adalah uang sepuluh ribu itu bukan uang yang di saku saya. Dan kenapa jumlah yang hilang itu senilai dengan uang saya yang seharusnya hilang untuk mengganti ongkos penumpang yang tak membayar. Mungkin bagi kita uang 10.000 itu tak terlalu berarti, tapi bisa jadi sangat berarti bagi orang yang membutuhkan.  Selama dalam perjalanan pulang itu saya merenung mencoba mencari hikmah dari kejadian yang saya alami. Bukan  masalah nominal uangnya, tapi saya yakin pasti ada hikmah dari setiap kejadian yang terjadi di bumi ini yang ingin Alloh SWT tunjukkan ke kita. Mungkin uang 10.000 itu memang sudah seharusnya terlepas dari saya, biarpun ada orang yang coba mengganti uang saya yang hilang tapi jika Alloh SWT berkehendak terhadap saya bahwa uang saya yang 10.000 itu harus hilang, maka akan tetap hilang dari saya, begitulah cara indah Alloh SWT menunjukkan pada saya ilmu yang sangat bermanfaat ini untuk saya. Juga teguran dari Alloh SWT untuk saya agar lebih banyak beramal, karena ada banyak cara Alloh SWT untuk mengambil titipan-Nya yang ada pada kita jika kita kikir, dan itu sangat mudah bagi Alloh SWT.

Semoga bermanfaat.

Belajar itu terus dan terus, kehidupan itu juga media untuk kita senantiasa belajar akan segala hal.

19 thoughts on “Ikhlaskan Yang Terlepas

  1. mba Maunaaaaa…
    apa kabarnyaaaa? lama aku gak mampir mampir sini niiiih:)
    Mudah2an sehat2 aja yaaaah 🙂

    Duh, walopun jumlahnya hanya 10 ribu, tapi kalo kata Allah memang bukan untuk kita…kita memang harus mengikhlaskannya yah mbaaaa 🙂

    Terimakasih buat cerita pendek penuh makna ini yah mbaaa 🙂

  2. Ooooh…
    mba Mauna sekarang kerja yaaaah?
    Dulu seingatku mba Mauna kayak punya toko atau ruko gitu kan yah mbaaa?
    eh, bener gak sih?…hihihi…
    Aku udah ketinggalan banyak cerita disini niiiih 🙂

  3. aku juga hampir selalu kebagian megang duit di omprengan, pdhal udah menghindar tapi tetap kena juga, untungnya belum pernah kejadian kurang uangnya

  4. Mauna, mungkin juga karena niat Mauna saat menerima uang itu mau disedekahkan, maka uang itu mencari jalannya sendiri untuk bermanfaat bagi orang yang membutuhkan.
    Bayangkan, betapa kuatnya sebuah niat…
    🙂

    Apa kabar, Mauna?
    Sehat-sehat kan?
    Smoga berkah dari uang yang hilang itu akan menjadi rezeki bagi banyak orang, termasuk Mauna dan keluarga.
    Aamiin.

Tinggalkan komentar